OPERASI
Pengertian Operasi Jaringan Irigasi
Menurut PP No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi dalam pasal 1, Operasi
jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air pada jaringan irigasi yang
meliputi penyediaaan, pembagian, pemberian, penggunaan dan pembuangannya
termasuk kegiatan membuka menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata
tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air, kalibrasi,
pengumpulan data, monitoring dan evaluasi.
Kegiatan operasi meliputi :
1. Pengumpulan Data
Adapun data yang harus dikumpulkan untuk keperluan operasi yang baik dan benar serta kesinambungannya, meliputi data:
1) Data hidrotogi antara lain data debit air tersedia;
2) Data agroklimatologi antara lain kebutuhari air tanaman; dan
3) Data jenis tanaman, macam, dan arealnya.
2. Penyediaan air irigasi
Penyediaan dan pengaturan air irigasi dimulai dan air yang tersedia untuk memenuhi kebutuhari tanaman yang berasal dan:
1) Air hujan yang jatuh di daerah yang bersangkutan; dan
2) Air irigasi dan sumber air (sungai, waduk, mata air, air tanah yang dipompa).
Penyediaan
air irigasi ditujukan untuk mendukung produktivitas lahari dalam rangka
meningkatkan produksi pertanian yang maksimal dengan tetap
memperhatikan kepentingan lainnya, tetapi penyediaan air untuk memenuhi
kebutuhari pokok seharii-harii dan irigasi bagi pentanian rakyat dalam
sistem irigasi yang sudah ada merupakan pnioritas utama penyediaan
sumber daya air di atas semua kebutuhari.
Air
irigasi di Indonesia umumnya diambil dan sumber air sungai yang tidak
didukung oleh waduk yang diperkirakan meliputi ±89 % dan total areal
irigasi, sedangkan yang sudah didukung waduk baru sekitar ± 11 % dan
total areal irigasi.
Air
yang tersedia di sungai selalu berubah-ubah dan waktu ke waktu,
karenanya perlu ditentukan besannya debit air yang tersedia, yang
diharapkan agak secara pasti dapat terjadi yang dapat dipergunakan
sebagai dasar perencanaan untuk mengatun rencana pembagian air dan
menentukan rencana tata tanam.
Disamping
itu debit tersedia tidak dapat dimanipulin, dalam anti disimpan dulu,
tetapi semua kegiatan yang berkaitan dengan memanfaatkan air irigasi
harus rnenyesuaikan dengan debit tensedia, baik waktu pemanfaatan dan
jurnlahnya. Waktu tersedianya juga cenderung makin pendek sebagai
akibat rusaknya hutan daerah tangkapan air di bagian hulu, sebaliknya
jumlah tersedianya melebihi yang dibutuhkan, dimana tenjadi banjir dan
tidak dapat dirnanfaatkan.
Rencana
tahunan penyediaan air irigasi pada setiap daerah irigasi disusun oleh
dinas kabupaten/kota atau dinas provinsi yang membidangi irigasi sesual
dengan kewenangannya berdasarkan usulan perkumpulan petani pemakai air
(P3A) dan atau pemakai air irigasi lainnya. Rencana tahunan penyediaan
air irigasi tersebut harus dibahas dan disepakati dalam komisi irigasi.
3. Menyusun Rencana Tata Tanam
Mengingat pentingnya rencana tata tanam pada suatu daerah irigasi maka akan disusun khusus modul rencana tata tanam.
4. Sistem Golongan
Apabita
debit tensedia sudah diketahui, langkah selanjutnya adalah mengatur
penlu tidaknya sistem golongan, hat ini disebabkan untuk pengolahari
tanah pada awal musim tanam padi dipenlukan air sangat banyak, terutama
bagi tanaman musim hujan yang justru harus dimulai pada akhir musim
kemarau, dirnana debit sungai pada umumnya masih kecil dan curah hujan
masih sedikit. Oleh karena itu untuk pengaturan air irigasi perlu
dilakukan dengan sistem golongan, dimana awal pengolahari tanah seluruh
daerah irigasi tidak serentak.
Caranya
daerah irigasi tersebut dibagi-bagi menjadi beberapa bagian (3-5
bagian/golongan), dimana awal pembenian air untuk masing-masing bagian
tidak sama. Pada umumnya berjarak 10 atau 15 hari antara golongan yang
satu dengan
Golongan benikutnya. Cara mi
disebut pembagian air secara gotongan, masing-masing bagian daenah
irigasi tersebut dinamakan golongan. Dengan sistem golongan ini
terdapat keuntungan berupa dapat diperkecilnya dimensi saluran dan
bangunan, akibat dapat diperkecilnya puncak kebutuhari air.
5. Rencana Pembagian Air
Rencana
tahunan pembagian air irigasi disusun oleh dinas kabupaten/kota atau
dinas provinsi yang membidangi irigasi sesual dengan kewenangannya
bordasarkan rencana tahuran penyediaan air irigasi, usulan perkumpulan
petani pemakai air (P3A) dan pemakai air untuk kepentingan Iainnya.
Rencana
pembagian air irigasi ditetapkan oleh bupati/walikota atau gubernur
sesuai dengan kewenangan dan atau penyelengganaan wewenang yang
ditimpahkan kepada pemenintah daerah yang bersangkutan, sedangkan
rencana tahunan pembenian air irigasi pada daerah irigasi lintas
provinsi dan strategis nasional yang belum dilimpahkan kepada
pemenintah provinsi atau pemenintah kabupaten/kota disusun oleh
instansi tingkat pusat yang membidangi irigasi dan diseoakatm bersama
dalam forum koordinasi komisi irigasi atau yang disebut dengan nama
lain dan ditetapkan oleh Menteni sesuai dengan hak guna air untuk
irigasi yang tetah ditentukan atau kebutuhari air irigasi yang
dipenlukan berdasankan usulan petani.
6. Pemberian air irigasi
Rencana
pembenian air irigasi disusun oleh dinas kabupaten/kota atau dinas
provinsi yang membidangi irigasi sesuai dengan kewenangannya
berdasarkan rencana tahunan penyediaan air irigasi, usulan penkumpulan
petani pemakai air (P3A) dan pemakai air untuk kepentingan lainnya.
Rencana pemberian air irigasi harus disepakati oleh komisi irigasi
kabupaten/kota atau komisi irigasi provinsi sesuai dengan cakupan
tugasnya berdasarkan:
1) Kebutuhari air irigasi yang diperlukan; dan
2) Kesepakatan dengan perkumpulan petani pemakai air (P3A).
Ada beberapa cara pemberian air irigasi ke petak tersier yaitu:
1) kondisi debit Iebih besar dan 70 % debit rencana
Air
irigasi dan saluran primer dan sekunder diatirkan secara terus menerus
(continuous flow) ke petak-petak tersier metalui pintu sadap tersier.
Dalam petak tersien air tetap mengatir dan petak sawah yang lebih
tinggi ke petak sawah yang tebih rendah. Jika ada kelebihari air maka air dan petak sawah yang terendah akan masuk ke saluran pembuang.
2) Kondisi debit kurang dan 70 % sampai dengan 50 % dari debit rencana
Apabita
kondisi debit tersedia kurang dan 70 % sampai dengan 50n % dan debit
rencana, maka pelaksanaan pemberian air ke petak-petak tersier
dilakukan dengan rotas. Pelaksanaan rotasi dapat diatur antar sekunder,
misal suatu jaringan irigasi mempunyai 2 (dua) sekunder yaitu sekunder
A dan sekunder B. maka selama 3 (tiga) hari air irigasi dialirkan ke
sekunder A dan 3 (tiga) hari benikutnya ke sekunder B begitu setiap 3
(tiga) hari ditakukan pergantian sampai suatu saat debitnya kembali
normal dan pemberian air berubah menjadi continuous flow.
Rotasi
juga dapat dilakukan antar petak tersier, dimana petak-petak tersier
sudah diberi nomor 1, 2, 3, dan pada umumnya tidak lebih dan 4 maka,
tiap 3 (tiga) hari pertama air dialirkan ke petak-petak tensier yang
bernomor ganjil dan 3 (tiga) hari berikutnya dialirkan ke petak-petak
tersier yang bernomor genap.
3) Cara pemberian air intermitten
Cara
pembenian air intermitten biasanya ditaksanakan katau jaringan irigasi
mempunyai sumben air dan waduk, atau dan sistem irigasi pompa, dimana
misalnya I (satu) minggu air waduk dialirkan ke jaringan irigasi dan I
(satu) minggu kemudian waduknya ditutup demikian seterusnya sehingga
setiap minggu dapat air dan satu minggu kemudian tidak dapat air. Pada
sistem irigasi pompa, juga demikian misalnya 1 (satu) hari pompa
dihidupkan dan 1 (satu) hari kemudian tidak dihidupkan.
7. Melaksanakan Tata Tanam dan Pembagian Air
Tata
tanam yang telah disusun harus dilaksanakan sesuai dengan waktu dan
besaran/ volume penibagian air yang direncanakan walaupun dalam
pelaksanaannya sening dijumpai nencana pembagian air kurang dan volume
rencana disebabkan debit tersedia (dependable flow) meleset 20 %. Ditambah faktor penggundulan daerah tangkapan air (catchment area), maka Iebih sening mengalami kekurangan air.
8. Membuka dan Menutup Pintu
Kegiatan membuka dan menutup pintu rneliputi:
1) Pintu dibendung, setiap bendung harius dilengkapi dengan manual openasi bendung;
2) Pintu bangunan bagi di saluran primer dipengunakan untuk membagi air dan saluran primer ke saturan sekunder; dan
3) Pintu bangunan bagi di sekunder dipergunakan untuk membagi air ke petak tersier.
9. Kalibarasi
Kegiatan kalibrasi çiimaksudkan untuk menena kebenaran debit yang keluan haik dan pintu bendung, bangunan bagi primer, dan bagunan bagi sekunder. Pen?raan biasanya menggunakan alat current meter dan pelampung.
10. Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan
monitoring dan evaluasi adalah sangat penting untuk perencanaan oporasi
pada tahun rnendatang, yang metiputi monitoring dan evatuasi
ketersediaan air, waktu pembagian air, tata tanam, dan sistem golongan.
PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI
Pemeliharaan jaringan
irigasi adalah upaya menjaga dan mengamankan jaringan irigasi agar selalu dapat berfungsi
dengan baik guna memperlancar pelaksanaan operasi dan
mempertahankan kelestariannya melalui kegiatan perawatan,perbaikan, pencegahan dan pengamanan yang harus dilakukan secara terus menerus
1. Pengamanan / Pencegahan
Sesuai
dengan PP no 20 tahun 2006 pasal 59 ayat 1 menyebutkan bahwa pengamanan
jaringan irigasi bertujuan untuk mencegah tindakan manusia atau hewan
yang dapat merusak jaringan irigasi.
Jaringan irigasi dst.........
Kegiatan pengamanan antara lain:
· Membuat
bangunan pengamanan ditempat-tempat yang berbahaya, misalnya :
disekitar bangunan utama, siphon, ruas saluran yang tebingnya curam,
daerah padat penduduk dan lain sebagainya.
· Penyediaan tempat mandi hewan dan tangga cuci.
· Pemasangan penghalang di jalan inspeksi dan tanggul-tanggul saluran berupa portal, patok.
Kegiatan pencegahari antara lain:
· Melarang
pengambilan batu, pasir dan tanah pada lokasi ± 500 m sebelah hulu dan
± 1.000 m sebelah hilir bendung irigasi atau sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
· Melarang memandikan hewan selain di tempat yang telah ditentukan dengan memasang papan larangan.
· Menetapkan garis sempadan saluran sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku.
· Memasang papan larangan tentang penggarapan tanah dan mendirikan bangunan di dalam garis sempadan saluran.
· Petugas pengelola irigasi harus mengontrol patok-patok batas tanah pengairan supaya tidak dipindahkan oleh masyarakat.
· Memasang papan larangan untuk kendaraan yang melintas jalan inspeksi yang melebihi kelas jalan.
· Melarang mandi di sekitar bangunan atau lokasi-lokasi yang berbahaya.
· Melarang mendirikan bangunan dan atau menanam pohon di tanggul saluran irigasi.
· Mengadakan penyuluhari/sosialisasi kepada masyarakat dan instansi terkait tentang pengamanan fungsi Jaringan Irigasi.
2. Pemeliharaan Rutin
2.
Membersihkan
sampah, lumpur dan lain-lain pada bangunan ukur dan pintu air
3.
Memotong rumput dan
tumbuhari pengganggu di sepanjang saluran
4.
Merapihkan lubang
saluran
5.
Menutup bocoran
kecil
6.
Memberi pelumas
pintu air
3. Pemeliharaan berkala
a.
Kegiatan
pemeliharaan berkala yang muncul setiap 2 tahun sampai dengan 5 tahun,
misalnya:
Ø
Mengecat pintu air
Ø
Mengganti skolt
balk yang lapuk
Ø
Menggali endapan di
saluran
Ø
Memperbaiki sayap
bangunan, tembok saluran
Ø
Memperbaiki dan
mengecat rumah bangunan-bangunan bagi
b.
Kegiatan
pemeliharaan berkala yang muncul setiap 5-10 tahun, misalnya:
Ø
Meninggikan tanggul
saluran
Ø
Memperbaiki bendung
(sayap, pintu air dan lain-lain)
Ø
Mengganti pintu air
yang rusak
Ø
Memperbaiki
kerusakan akibat bencana alam secara permanen, dimana lebih dulu sudah
dilaksanakan dengan perbaikan darurat.
Ø
Membeli kendaraan
roda 4 (untuk mengganti yang sudah rusak)
Ø
Membeli peralatan
hidrologi/hidrometri
Ø
Meninggikan tanggul
sungai, tanggul saluran
Ø
Memperbaiki bendung
(sayap, pintu air, dll)
Ø
Mengganti pintu air
yang rusak
Ø
Menambah bangunan
baru seperti : lining saluran, gorong-gorong, pintu air dan lain-lain (
biasanya masuk program penyempurnaan).
Ø
Kegiatan-kegiatan
yang dikategorikan masuk program peningkatan seperti pintu sorong diganti dengan pintu
Romijn, pintu bendung dilengkapi dengan mesin listrik, jalan inspeksi
diperkeras, dll.
4. Perbaikan Darurat
Perbaikan darurat adalah perbaikan
sebagai akibat bencana alam dan/atau kerusakan berat akibat terjadinya kejadian
luar biasa dan perlu penanggulangan darurat agar jaringan irigasi dapat segera
berfungsi. Tergantung pada tingkat kerusakannya , maka pelaksanaan kegiatan
perbaikan darurat dapat dilaksanakan oleh petani, pengurus P3A atau petugas pemerintah
(kondisi seperti ini dengan sendirinya memerlukan musyawarah untuk
kesepakatan). Kemudian kalau sudah tersedia dana, barulah dilaksanakan
perbaikan permanen dikemudian hari. Dengan demikian,
kegiatan pemeliharaan selalu berkaitan dengan fisik jaringan irigasi, oleh
karena itu pelaksanaan pemeliharaan dapat dilaksanakan secara swakelola atau
dapat dikontrakkan.
REHABILITASI
Menurut PP No. 20 tahun 2006 tentang
Irigasi, rehabilitasi jaringan irigasi adalah kegiatan perbaikan jaringan
irigasi guna mengembalikan fungsi dan pelayanan ir4igasi seperti semula.
Suatu jaringan irigasi meskipun dikelola
(di O&P) sebaik-baiknya, pada suatu saat akan sampai pada batas masa
pelayanannya. Panjang atau pendeknya masa pelayanan suatu jaringan
irigasi akan tergantung kepada:
a.
Keadaan
sumber airnya
b.
Konstruksi
(permanent, semi permanent atau sederharia)
c.
Pelaksanaan O&P
nya
d. Keadaan alam (jenis
tanah, kemiringan tanah, curah hujan, tumbuh-tumbuhari, bencana alam dan
sebagainya.
TATA PENGATURAN, PEMBAGIAN DAN PEMBERIAN AIR
1.1. Latar Belakang
Sejak dimulainya REPELITA I, Sektor Pertanian dan Pengairan merupakan sasaran pokok yang sangat penting dalam pembangunan di Indonesia, balk dalarn usaha meningkatkan produksi pangan, tertama beras, maupun peningkatan produksi tanaman industri.
Dalam rangka peningkatan produsi pertanian dimaksud, maka air irigasi merupakan sarana yang sangat penting, karena tanpa air irigasi, usaha intensifikasi pertanian sebagaimana diterangkan dalam “Panca Usaha Pertanian”, akan sukar dilaksanakan.
Irigasi yang berperan datam penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, seperti yang dimaksud dalam Peraturan Pernerintah No. 20 tahun 2006 merupakan unsur yang amat penting di dalam upaya mencapal sasaran¬sasaran dari program produksi pangan dirnaksud.
Untuk memenuhi kebutuhari akan air irigasi ini, Pemerintah telah menginvestasikan bermilyar rupiah ke dalam sarana irigasi dengan melakukan rehabilitasi serta meningkatkan jaringan-jaringan irigasi yang sudah ada disamping juga membangun jaringan-jaringan irigasi baru, baik untuk mengairi lahari-lahari tadah hujan, maupun lahari-lahari irigasi baru.
Air irigasi, serta jaringan irigasi dapat memberi manfaat yang maksimal sebagaimana direncanakan, apabila dikelola secara efektif dan efisien. Perlu diketahui, bahwa air irigasi serta jaringan irigasi dan hasil pembangunan tersebut diatas, belum seluruhnya dikelola secara efektif dan efisien, sehingga betum dapat dimanfaatkan secara optimal.
Tuntutan pengelolaan air dan jaringan irigasi secara efektif dan efisien di masa mendatang akan makin bertambah besar lagi, mengingat air irigasi tidak hariya untuk keperluan pertanian, tetapi juga meliputi air minum, rumah tangga, perikanan, perkebunan, ketenagaan, industri, lalu-lintas air, penggelontoran air kota (drainase) dan rekreasi.
Dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat, serta pertambahari penduduk, maka kebutuhari air akan meningkat pula, sedangkan di lain pihak potensi sumber daya air cenderung menurun.
Jika produksi pertanian (tanaman pangan) ditingkatkan sesuai dengan pertambahari penduduk yang terus meningkat, maka dalam rangka usaha tetap mempertaharikan swasembada pangan, sudah seharusnyalah air irigasi dikelola secara efektif dan efisien.
Untuk menunjang pengelolaan air atau data pengaturan dalam pembagian dan pemberian air yang berhasil guna dan berdaya guna optimal, maka diterbitkan Peraturan Pemenintah No. 20 tahun 2006 tentang irigasi sebagai landasan hukum dalam pengaturan dan pengelolaan irigasi.
Agar tata pengaturan dalam pembagian air (irigasi) dapat dikelola secara berhasil guna dan berdaya guna optimal, maka perlu secara terus menerus dilakukan suatu usaha pembinaan kepada para petugas yang memberi pelayanan irigasi serta kepada masyarakat petani pemakai air, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi dalam bidang irigasi dan pertanian.
Jadi, dalam pengelolaan atau operasi jaringan irigasi, dituntut adanya usaha-usaha untuk memanfaatkan prasarana secara optimal, sehingga air yang tersedia dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien, dengan membaginya ke petak-petak sawah secara adil dan merata serta tepat sesuai dengan kebutuhari pertumbuhari tanaman.
Buruknya pengelolaan atau operasi jaringan irigasi dapat menimbulkan akibat yang berantai:
- sengketa anatar petani/desa.
- MeRTTGkan petani/menurunkan hasil tanaman
- Susaha mencegah terjadinya pelanggaran terhadap peraturan-peraturan irigasi akan mengalami kesulitan
- mematahkan semangat para petani untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembinaan dan pengembangan jaringan irigasi tersier
Sejak dimulainya REPELITA I, Sektor Pertanian dan Pengairan merupakan sasaran pokok yang sangat penting dalam pembangunan di Indonesia, balk dalarn usaha meningkatkan produksi pangan, tertama beras, maupun peningkatan produksi tanaman industri.
Dalam rangka peningkatan produsi pertanian dimaksud, maka air irigasi merupakan sarana yang sangat penting, karena tanpa air irigasi, usaha intensifikasi pertanian sebagaimana diterangkan dalam “Panca Usaha Pertanian”, akan sukar dilaksanakan.
Irigasi yang berperan datam penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, seperti yang dimaksud dalam Peraturan Pernerintah No. 20 tahun 2006 merupakan unsur yang amat penting di dalam upaya mencapal sasaran¬sasaran dari program produksi pangan dirnaksud.
Untuk memenuhi kebutuhari akan air irigasi ini, Pemerintah telah menginvestasikan bermilyar rupiah ke dalam sarana irigasi dengan melakukan rehabilitasi serta meningkatkan jaringan-jaringan irigasi yang sudah ada disamping juga membangun jaringan-jaringan irigasi baru, baik untuk mengairi lahari-lahari tadah hujan, maupun lahari-lahari irigasi baru.
Air irigasi, serta jaringan irigasi dapat memberi manfaat yang maksimal sebagaimana direncanakan, apabila dikelola secara efektif dan efisien. Perlu diketahui, bahwa air irigasi serta jaringan irigasi dan hasil pembangunan tersebut diatas, belum seluruhnya dikelola secara efektif dan efisien, sehingga betum dapat dimanfaatkan secara optimal.
Tuntutan pengelolaan air dan jaringan irigasi secara efektif dan efisien di masa mendatang akan makin bertambah besar lagi, mengingat air irigasi tidak hariya untuk keperluan pertanian, tetapi juga meliputi air minum, rumah tangga, perikanan, perkebunan, ketenagaan, industri, lalu-lintas air, penggelontoran air kota (drainase) dan rekreasi.
Dengan meningkatnya kesejahteraan rakyat, serta pertambahari penduduk, maka kebutuhari air akan meningkat pula, sedangkan di lain pihak potensi sumber daya air cenderung menurun.
Jika produksi pertanian (tanaman pangan) ditingkatkan sesuai dengan pertambahari penduduk yang terus meningkat, maka dalam rangka usaha tetap mempertaharikan swasembada pangan, sudah seharusnyalah air irigasi dikelola secara efektif dan efisien.
Untuk menunjang pengelolaan air atau data pengaturan dalam pembagian dan pemberian air yang berhasil guna dan berdaya guna optimal, maka diterbitkan Peraturan Pemenintah No. 20 tahun 2006 tentang irigasi sebagai landasan hukum dalam pengaturan dan pengelolaan irigasi.
Agar tata pengaturan dalam pembagian air (irigasi) dapat dikelola secara berhasil guna dan berdaya guna optimal, maka perlu secara terus menerus dilakukan suatu usaha pembinaan kepada para petugas yang memberi pelayanan irigasi serta kepada masyarakat petani pemakai air, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi dalam bidang irigasi dan pertanian.
Jadi, dalam pengelolaan atau operasi jaringan irigasi, dituntut adanya usaha-usaha untuk memanfaatkan prasarana secara optimal, sehingga air yang tersedia dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien, dengan membaginya ke petak-petak sawah secara adil dan merata serta tepat sesuai dengan kebutuhari pertumbuhari tanaman.
Buruknya pengelolaan atau operasi jaringan irigasi dapat menimbulkan akibat yang berantai:
- sengketa anatar petani/desa.
- MeRTTGkan petani/menurunkan hasil tanaman
- Susaha mencegah terjadinya pelanggaran terhadap peraturan-peraturan irigasi akan mengalami kesulitan
- mematahkan semangat para petani untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembinaan dan pengembangan jaringan irigasi tersier
1.2. Maksud dan Tujuan
Dengan tatan betakang seperti tersebut diatas, maka rnaksud dan tujuan pengaturan datam pembagian dart pemberian air ~rigasi yaitu:
- mempertahankan ketersediaan air
- Meningkatkan efisiensi pemakaian air
- Dapat mengairi areal tanam pada sawah irigasi bertambah luas
- Meningkatkan hasil panen (produksi) tanaman
OIeh sebab itu, jaringan-jaringan irigasi harus didayagunakan secara optimal dengan mempertaharikan kelestarian jaringan-jaringan dan keadilan selama mungkin serta sebaik-baiknya secara ekonomis melalui pelaksanaan kegiatan-kegiatan O&M jaringan irigasi.
Dengan tatan betakang seperti tersebut diatas, maka rnaksud dan tujuan pengaturan datam pembagian dart pemberian air ~rigasi yaitu:
- mempertahankan ketersediaan air
- Meningkatkan efisiensi pemakaian air
- Dapat mengairi areal tanam pada sawah irigasi bertambah luas
- Meningkatkan hasil panen (produksi) tanaman
OIeh sebab itu, jaringan-jaringan irigasi harus didayagunakan secara optimal dengan mempertaharikan kelestarian jaringan-jaringan dan keadilan selama mungkin serta sebaik-baiknya secara ekonomis melalui pelaksanaan kegiatan-kegiatan O&M jaringan irigasi.
1.3. Keterkaitan Modul
Pembahasan tentang tata-cara pengaturan dan pembagian air, erat kaitannya dengan modul-modul lainnya sehingga pembahasan terhadap suatu acuan dan kebutuhari sudah tersedia di modul lain, sifat pembahasannya tidak dirinci kembali.
Beberapa modul yang terkait pada modul ini antara lain:
- Hidrologi untuk Operasi (No. 243220209)
- Aplikasi Perhitungan Hidrologi untuk Operasi (No. 245420210)
- Sistem Golongan dan Rencana Tata Tanam (No. 2493202/4,)
- Perhitungan Pembagian Air dengan Metoda Pasten (No. 245420211)
- Perhitungan Pembagian Air dengan Metoda Faktor K (No. 245420213)
Pembahasan tentang tata-cara pengaturan dan pembagian air, erat kaitannya dengan modul-modul lainnya sehingga pembahasan terhadap suatu acuan dan kebutuhari sudah tersedia di modul lain, sifat pembahasannya tidak dirinci kembali.
Beberapa modul yang terkait pada modul ini antara lain:
- Hidrologi untuk Operasi (No. 243220209)
- Aplikasi Perhitungan Hidrologi untuk Operasi (No. 245420210)
- Sistem Golongan dan Rencana Tata Tanam (No. 2493202/4,)
- Perhitungan Pembagian Air dengan Metoda Pasten (No. 245420211)
- Perhitungan Pembagian Air dengan Metoda Faktor K (No. 245420213)
TATA PENGATURAN DAN PEMBAGIAN AIR
2.1. Pengantar
Di dalam Sistem Operasi Jaringan lrigasi, pengumpulan dan pengolahari data biasanya dilaksanakan oleh Juru, kemudian diserahkan kepada Cabang Dinas dan untuk selanjutnya diperlukan pengesahari dan Kepala Dinas sebagai bentuk perencanaan yang siap dilaksanakan. Sebelum disahkan oleh Dinas harus dikonsultasikan bersama-sama dengan Panitia Irigasi pada tingkat Kabupaten/kotamadya untuk memadukan antara program operasi dikaitkan dengan ketersediaan debit di sungai terhadap pihak pertanian dalam hal realisasi tanam.
Sehingga untuk pengaturan atau penjatahari pembagian air tersebut sudah merupakan kesepakatan bersama antara Dinas PU/PU Pengairan, Pertanian dan Pemerintah Daerah. Jika dilihat secara organisasi, maka Dinas dalam hubungannya dengan Tata Pengaturan dan Pembagian air dapat dijelaskan sebagai berikut.
Di dalam Sistem Operasi Jaringan lrigasi, pengumpulan dan pengolahari data biasanya dilaksanakan oleh Juru, kemudian diserahkan kepada Cabang Dinas dan untuk selanjutnya diperlukan pengesahari dan Kepala Dinas sebagai bentuk perencanaan yang siap dilaksanakan. Sebelum disahkan oleh Dinas harus dikonsultasikan bersama-sama dengan Panitia Irigasi pada tingkat Kabupaten/kotamadya untuk memadukan antara program operasi dikaitkan dengan ketersediaan debit di sungai terhadap pihak pertanian dalam hal realisasi tanam.
Sehingga untuk pengaturan atau penjatahari pembagian air tersebut sudah merupakan kesepakatan bersama antara Dinas PU/PU Pengairan, Pertanian dan Pemerintah Daerah. Jika dilihat secara organisasi, maka Dinas dalam hubungannya dengan Tata Pengaturan dan Pembagian air dapat dijelaskan sebagai berikut.
2.2. Organisasi Dinas
Pada prinsipnya Dinas PU Kab/Kota dan Cabang Dinas PU Pengairan, sebagal perangkat daerah otonom, mempunyai tugas pokok untuk membina, mengatur/mengelola dan mengembangkan prasarana pengairan.
Dalam hubungannya dengan tata pengaturan dan pembagian air, Dinas bertanggung jawab terhadap:
• Mengelola ke!angsungan fungsi prasarana jaringan irigasi utuh dalam 1 kabupaten/kotamadya.
• Mengatur pemenuhari kebutuhari air supaya dapat menunjang usaha-usaha ke arah peningkatan di bidang pertanian.
• Membina masyarakat yang memanfaatkan air irigasi.
• Inventarisasi sumber-sumber air di Daerah Aliran Sungal (DAS) di Wilayah Dinas PU/Pengairan yang bersangkutan.
• Mengembangkan prasarana jaringan irigasi yang ada di wilayahnya.
Dalam penyelenggaraan tugas tersebut, termasuk pula usaha pembinaan alas pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan pengembangan sistem pengairan.
Pada prinsipnya Dinas PU Kab/Kota dan Cabang Dinas PU Pengairan, sebagal perangkat daerah otonom, mempunyai tugas pokok untuk membina, mengatur/mengelola dan mengembangkan prasarana pengairan.
Dalam hubungannya dengan tata pengaturan dan pembagian air, Dinas bertanggung jawab terhadap:
• Mengelola ke!angsungan fungsi prasarana jaringan irigasi utuh dalam 1 kabupaten/kotamadya.
• Mengatur pemenuhari kebutuhari air supaya dapat menunjang usaha-usaha ke arah peningkatan di bidang pertanian.
• Membina masyarakat yang memanfaatkan air irigasi.
• Inventarisasi sumber-sumber air di Daerah Aliran Sungal (DAS) di Wilayah Dinas PU/Pengairan yang bersangkutan.
• Mengembangkan prasarana jaringan irigasi yang ada di wilayahnya.
Dalam penyelenggaraan tugas tersebut, termasuk pula usaha pembinaan alas pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan pengembangan sistem pengairan.
2.2.1. Dinas PU/Dinas PU Pengairan
Dinas PU/Dinas PU Pengairan, terdiri dari sekitar 5 sampai 7 pengamat pengairan (Cabang Dinas) dengan luas areal antara 20.000 ha sampai 30.000 ha, merupakan suatu jaringan yang besar atau kumpulan dari beberapa jaringan irigasi sedang dan kecil datam suatu bagian dan daerah aliran sungai yang tidak lintas kabupaten/kotamadya.
Dinas PU/Dinas PU Pengairan, terdiri dari sekitar 5 sampai 7 pengamat pengairan (Cabang Dinas) dengan luas areal antara 20.000 ha sampai 30.000 ha, merupakan suatu jaringan yang besar atau kumpulan dari beberapa jaringan irigasi sedang dan kecil datam suatu bagian dan daerah aliran sungai yang tidak lintas kabupaten/kotamadya.
2.2.2. Cabang Dinas Pengairan/Pengamat
Organisasi Pengamat Pengairan (Cabang) terdiri dari sekitar 6 sampai 10 kejuruan atau antara 4.000 ha sampai sekitar 5.000 ha, merupakan bagian dari suatu jaringan irigasi yang besar atau sebuah jaringan irigasi ukuran sedang atau kumputan dan beberapa jaringan irigasi kecil. Secara teknis rnempunyai batas-batas sesuai pola aliran dalam jaringan irigasi.
Organisasi Pengamat Pengairan (Cabang) terdiri dari sekitar 6 sampai 10 kejuruan atau antara 4.000 ha sampai sekitar 5.000 ha, merupakan bagian dari suatu jaringan irigasi yang besar atau sebuah jaringan irigasi ukuran sedang atau kumputan dan beberapa jaringan irigasi kecil. Secara teknis rnempunyai batas-batas sesuai pola aliran dalam jaringan irigasi.
2.2.3. Juru Pengairan
Organisasi Juru/Kemantren, meskipun dibatasi luas daerah kerjanya mulai dan lebih kurang 1000 ha, Kemantren tetap merupakan bagian dari suatu sistem/jaringan yang secara teknis dilayani secara utuh oleh bagian dan jaringan yang lebih besar, biasanya meliputi beberapa desa.
Mekanisme organisasi di (ingkungan Dinas PU/Pengairan secara rinci tentang fungsi tugasnya telah dibahas dalam Modul Pengenalan Organisasi Departemen PU Pusat/ Daerah (No. 241220232).
Organisasi Juru/Kemantren, meskipun dibatasi luas daerah kerjanya mulai dan lebih kurang 1000 ha, Kemantren tetap merupakan bagian dari suatu sistem/jaringan yang secara teknis dilayani secara utuh oleh bagian dan jaringan yang lebih besar, biasanya meliputi beberapa desa.
Mekanisme organisasi di (ingkungan Dinas PU/Pengairan secara rinci tentang fungsi tugasnya telah dibahas dalam Modul Pengenalan Organisasi Departemen PU Pusat/ Daerah (No. 241220232).
2.3. Mekanisme Dan Prosedur
2.3.1. Rencana Pembagian Air
Rencana Pembagian Air (RPA) irigasi adalah rencana yang menetapkan jadwal waktu dan besamya debit pada tiap ruas saluran dan jadwal serta besarnya debit yang dapat disadap pada tiap pintu sadap.
Dengan adanya jadwal serta besarnya debit yang dapat disadap pada tiap pintu sadap tersier, usaha petani pada tiap petak tersier, sudah dapat mengadakan musyawarah (P3A) untuk menentukan pengaturan pembagian air antar anggota di dalam petak yang bersangkutan dan selanjutnya menyelesaikan segala kegiatannya berdasarkan hasil musyawarah tersebut (semacam pengaturan golongan diadakan skata kecil/petak tersier).
RPA disusun setelah rencana tata tanam ditetapkan, untuk mendukung petaksanaan tata tanam dengan pelayanan air yang tepat dan teratur. RPA merupakan pelengkap rencana tata tanam dan perlu disebar luaskan kepada semua pihak yang berkepentingan.
Padi yang ditanam pada masa tanam kedua, dinamakan padi gadu. Tanaman padi yang sudah ditetapkan, didalam rencana tata tanam, dinamakan “gadu ijin”, dimana petayanan air harus dijamin sesual dengan kebutuhannya.
Tanaman padi gadu di luar yang telah ditetapkan dalam rencana tata tanarn, disebut gadu tanpa ijin, dan hariya diberi air jika ada kelebihari air seteiah dipergunakan untuk gadu ijin dan patawija yang tercantum dalam rencana tata tanam.
Dalam usaha penyiapan dan pelaksanaan RPA prakteknya pada masa tanam gadu, sering menimbulkan gadu tanpa ijin, di samping gadu ijin.
Di daerah patawija & tebu, air disamakan dengan jatah pemberian air untuk palawija/tebu. Kelebihari air tersebut memang sering terjadi, karena rencana tata tanam didasarkan atas tahun kering lima tahunan. BEta tahun yang bersangkutan ternyata Iebih basah dari pada tahun kering tima tahunan, akan terjadi kelebihari air.
Untuk menyelesaikan RPA, dibutuhkan data dan peta skema sebagai benikut:
- Besarnya satuan kebutuhari air disawah bagi tiap tanaman dalam tiap tahap pertumbuhari sementara dibagi menjadi 3 tahap (pengolhari lahari, periode tumbuh, periode masak)
- Catatan debit sungai/sumber lain (bulanan atau tengah bulanan) dalam beberapa tahun berlalu (10 tahun terakhir)
- Inventarisasi luas sawah irigasi tiap-tiap petak lersier
- Kehilangan air di sungai
- Air untuk kebutuhari lain
- Catatan debit suplesi tiap-tiap bulan atau tengah bulan didalam beberapa tahun yang lalu
- Realisasi jadwal tanam tahun yang lalu
- Catatan curah hujan tahun yang lalu
- Skema jaringan irigasi dan peta sistem Dl
- Macam tanaman serta umur dan Iuasnya yang akan atau telah ditanami
- Kapasitas (maksimum dan minimum) saluran
- Tabel atau lengkung debit yang menunjukkan hubungan muka air dan debitnya pada lokasi pengukur debit.
Rencana Pembagian Air (RPA) irigasi adalah rencana yang menetapkan jadwal waktu dan besamya debit pada tiap ruas saluran dan jadwal serta besarnya debit yang dapat disadap pada tiap pintu sadap.
Dengan adanya jadwal serta besarnya debit yang dapat disadap pada tiap pintu sadap tersier, usaha petani pada tiap petak tersier, sudah dapat mengadakan musyawarah (P3A) untuk menentukan pengaturan pembagian air antar anggota di dalam petak yang bersangkutan dan selanjutnya menyelesaikan segala kegiatannya berdasarkan hasil musyawarah tersebut (semacam pengaturan golongan diadakan skata kecil/petak tersier).
RPA disusun setelah rencana tata tanam ditetapkan, untuk mendukung petaksanaan tata tanam dengan pelayanan air yang tepat dan teratur. RPA merupakan pelengkap rencana tata tanam dan perlu disebar luaskan kepada semua pihak yang berkepentingan.
Padi yang ditanam pada masa tanam kedua, dinamakan padi gadu. Tanaman padi yang sudah ditetapkan, didalam rencana tata tanam, dinamakan “gadu ijin”, dimana petayanan air harus dijamin sesual dengan kebutuhannya.
Tanaman padi gadu di luar yang telah ditetapkan dalam rencana tata tanarn, disebut gadu tanpa ijin, dan hariya diberi air jika ada kelebihari air seteiah dipergunakan untuk gadu ijin dan patawija yang tercantum dalam rencana tata tanam.
Dalam usaha penyiapan dan pelaksanaan RPA prakteknya pada masa tanam gadu, sering menimbulkan gadu tanpa ijin, di samping gadu ijin.
Di daerah patawija & tebu, air disamakan dengan jatah pemberian air untuk palawija/tebu. Kelebihari air tersebut memang sering terjadi, karena rencana tata tanam didasarkan atas tahun kering lima tahunan. BEta tahun yang bersangkutan ternyata Iebih basah dari pada tahun kering tima tahunan, akan terjadi kelebihari air.
Untuk menyelesaikan RPA, dibutuhkan data dan peta skema sebagai benikut:
- Besarnya satuan kebutuhari air disawah bagi tiap tanaman dalam tiap tahap pertumbuhari sementara dibagi menjadi 3 tahap (pengolhari lahari, periode tumbuh, periode masak)
- Catatan debit sungai/sumber lain (bulanan atau tengah bulanan) dalam beberapa tahun berlalu (10 tahun terakhir)
- Inventarisasi luas sawah irigasi tiap-tiap petak lersier
- Kehilangan air di sungai
- Air untuk kebutuhari lain
- Catatan debit suplesi tiap-tiap bulan atau tengah bulan didalam beberapa tahun yang lalu
- Realisasi jadwal tanam tahun yang lalu
- Catatan curah hujan tahun yang lalu
- Skema jaringan irigasi dan peta sistem Dl
- Macam tanaman serta umur dan Iuasnya yang akan atau telah ditanami
- Kapasitas (maksimum dan minimum) saluran
- Tabel atau lengkung debit yang menunjukkan hubungan muka air dan debitnya pada lokasi pengukur debit.
2.3.2. Langkah-Iangkah Penyusunan Rencana Pembagian Air
Setelah semua data yang dikumpulkan telah tersedia, maka dimulailah penyusunan rencana pembagian air dengan langkah-langkah sbb :
Setelah semua data yang dikumpulkan telah tersedia, maka dimulailah penyusunan rencana pembagian air dengan langkah-langkah sbb :
Langkah 1 Pertemuan
P3A untuk menentukan usulan rencana tata tanam yang diinginkan secara
musyawarah bersama anggotanya berdasarkan hak guna air yang diberikan
dengan mengisi blanko 01-O, selambat-lambatnya 2 bulan sebelum MT-1.
Langkah 2 GP3A
bersama seluruh anggotanya mengadakan rapat lengkap untuk membahas
usulan Rencana Tata Tanam (RTT) di masing-masing wilayah kerjanya.
Langkah 3 Pengurus
GP3A membawa usulan RTT tersebut ke dinas melalui juru/pengamat yang
selanjutnya direkap dalam blanko 02-O dan 03-O selambat-lambatnya 1
bulan sebelum MT-1 dan dievaluasi serta dikoordinasikan dalam Komisi
Irigasi kabupaten/kota atau provinsi guna menentukan Rencana Tata Tanam
Tahunan.
Langkah 4 Komisi Irigasi
kabupaten/kota atau provinsi mengkoordinasikan usulan-usulan dari
Gabungan P3A dalam rapat penentuan RTT Tahunan dalam satu daerah
irigasi (DI). Dalam penentuan RTT Tahunan tersebut agar
mempertimbangkan ketersediaan air irigasi, rencana pemeliharaan
jaringan irigasi, hama dan penyakit tanaman. Pihak-pihak penyedia
sarana produksi pertanian mengacu kepada RTT Tahunan yang ditetapkan.
Langkah 5 RTT Tahunan meliputi Rancana Tata Tanam Global (RTTG) dan Rencana Tata Tanam Detail (RTTD).
Langkah 6 Hasil koordinasi
ini disosialisasikan dalam forum GP3A yang selanjutnya disebarluaskan
kepada para P3A dan disosialisasikan kepada para anggota P3A untuk
dapat dilaksanakan di daerah masing-masing.
Langkah 7 Masing-masing P3A mensosialisasikan kesepakatan RTT Tahunan tersebut kepada anggota P3A.
Mengingat
ketersediaan air pada sumber-sumber air tidak merata (konstan)
sepanjang tahun dimana pada awal musim hujan yaitu pada saat
pengolahari tanah, debit yang tersedia dari sumber air maupun hujan
masih kurang, maka rencana tata tanam diatur dengan sistem golongan.
Pengaturan jadwal waktu mulai pengolahari tanah tiap golongan berbeda
antara 10 s/d 15 hari menyesuaikan ketersediaan debit air. Dengan
pengaturan golongan beban puncak kebutuhari air dapat ditekan sehingga
mendekati debit maksimum ketersediaan air di bendung.
2.3.3. Rencana Pola Tanam
Mengingat ketersediaan air pada sumber-sumber air tidak merata (konstan) sepanjang tahun dimana pada awal musim hujan yaitu pada saat pengolahari tanah, debit yang tersedia dari sumber air maupun hujan masih kurang, maka rencana tata tanam diatur dengan sistem golongan. Pengaturan jadwal waktu mulai pengolahari tanah tiap golongan berbeda antara 10 s/d 15 hari menyesuaikan ketersediaan debit air.
Dengan pengaturan golongan beban puncak kebutuhari air dapat ditekan sehingga mendekati debit maksimum ketersediaan air di bendung.
Sebagaimana kita ketahui, beras merupakan kebutuhari pangan yang pokok dengan harga ekonomis yang cukup baik dan relatif konstan, dapat disimpan lama dengan mudah, sehingga jika air irigasi tersedia dengan cukup, petani cenderung memilih menaman padi dibanding tanaman lainnya.
Akan tetapi sangatlah tidak dianjurkan untuk menanam padi secara terus menerus sepanjang tahun, karena tidak memungkinkan dilakukannya pemberantasan hama secara efektif (memutus siklus kehidupan hama : tikus, wereng, dll).Disamping itu diperlukan waktu khusus untuk inspeksi kerusakan jaringan yang berada di bawah muka air sekaligus perbaikannya.
OIeh karena itu, pola tanam pada umumnya diatur sbb:
• Untuk daerah-daerah yang aimya cukup: padi-padi-palawija
• Untuk daerah-daerah yang airnya terbatas : padi-padi-palawija dibagian yang lain
• Untuk daerah-daerah yang airnya sangat terbatas : padi-palawija-palawija
• Untuk daerah-daerah den gan kondisi khusus : sesuai pada kebijaksanaan setempat.
2.3.4. Rencana Tata TanamMengingat ketersediaan air pada sumber-sumber air tidak merata (konstan) sepanjang tahun dimana pada awal musim hujan yaitu pada saat pengolahari tanah, debit yang tersedia dari sumber air maupun hujan masih kurang, maka rencana tata tanam diatur dengan sistem golongan. Pengaturan jadwal waktu mulai pengolahari tanah tiap golongan berbeda antara 10 s/d 15 hari menyesuaikan ketersediaan debit air.
Dengan pengaturan golongan beban puncak kebutuhari air dapat ditekan sehingga mendekati debit maksimum ketersediaan air di bendung.
Sebagaimana kita ketahui, beras merupakan kebutuhari pangan yang pokok dengan harga ekonomis yang cukup baik dan relatif konstan, dapat disimpan lama dengan mudah, sehingga jika air irigasi tersedia dengan cukup, petani cenderung memilih menaman padi dibanding tanaman lainnya.
Akan tetapi sangatlah tidak dianjurkan untuk menanam padi secara terus menerus sepanjang tahun, karena tidak memungkinkan dilakukannya pemberantasan hama secara efektif (memutus siklus kehidupan hama : tikus, wereng, dll).Disamping itu diperlukan waktu khusus untuk inspeksi kerusakan jaringan yang berada di bawah muka air sekaligus perbaikannya.
OIeh karena itu, pola tanam pada umumnya diatur sbb:
• Untuk daerah-daerah yang aimya cukup: padi-padi-palawija
• Untuk daerah-daerah yang airnya terbatas : padi-padi-palawija dibagian yang lain
• Untuk daerah-daerah yang airnya sangat terbatas : padi-palawija-palawija
• Untuk daerah-daerah den gan kondisi khusus : sesuai pada kebijaksanaan setempat.
Rencana
tata tanam, adalah suatu ketentuan mengenai lokasi, luas dan jenis
tanaman yang diizinkan untuk ditanam di dalam suatu daerah irigasi
untuk suatu musim tanam serta jadwal mulai dan berakhirnya musim tanam
dari masing-masing tanaman yang bersangkutan.
Komisi
Irigasi Kabupaten/Kota atau Provinsi disetiap tahun sebelum musim tanam
ke-1 mengadakan rapat membahas dan mengkoordinasikan usulan-usulan dari
GP3A guna menentukan Rencana Tata Tanam Tahunan dari setiap daerah
irigasi yang meliputi RTTG dan RTTD. RTT Tahunan ini diusulkan ke
bupati/walikota untuk ditetapkan.
RENCANA OPERASI
Rencana operasi ialah rencana tata
pembagian air irigasi, dimana ditetapkan jadwal waktu dan besarnya
debit pada masing-masing ruas saluran, dan jadwal serta besarnya debit
yang dapat disadap pada masing-masing pintu sadap.
Dengan
adanya jadwal serta besarnya debit yang dapat disadap pada
masing-masing pintu sadap tersier, maka para petani di dalam
masing-masing petak tersier sudah dapat mengadakan musyawarah untuk
menentukan pengaruan pembagian air antar anggota di dalam petak yang
bersangkutan, dan selanjutnya menyesuaikan segala kegiatannya
berdasarkan hasil musyawarah tersebut (semacam pengaturan golongan di
dalam skala kecil/petak tersier)
Rencana
operasi disusun, setelah rencana tata tanam ditetapkan, dimaksudkan
untuk mendukung petaksanaan tata tanam dengan pe!ayanan air yang tetap
dan teratur. Karena itu operasi/tata pembagian air adalah merupakan
pelengkap dan rencana tata tanam dan perlu disebar luaskan kepada semua
pihak yang bersangkutan.
Dasar
perencanaan tata tanam den uperasi air irigasi adalah ramalan, maka
pada umumnya kenyataan yang terjadi sering berlainan dengan apa yang
direncanakan, baik mengenai curah hujan, debit sungai, maupun luas
tanaman di sawah sebenarnya.
Oleh
karena itu dan waktu ke waktu penlu setalu dflakukan penyesuaian antara
kebutuhari dan persediaan air atau dengan perkataan lain, yang telah
ditetapkan masih tetap perlu direview, meskipun tetap harus dijaga agar
akibat review itu pola tata tanam yang telah ditetapkan tidak mengalami
banyak perubahari.
Biasanya
review atau updating dilakukan tengah bulanan atau 10 hari sekali
tergantung dari jadwal pengaturan pintu-pintu air yang dilakukan pada
daerah yang bersangkutan.